Cerita
ini aku rangkum ketika aku mulai beranjak remaja, ketika aku telah mengerti apa
itu cinta, ketika aku telah bisa membedakan mana yang baik dan mana pula yang
buruk. Aku berusaha untuk menjadi dewasa, aku berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk kedua orangtua-ku. Aku mengerti,
perjuangan mereka memang tak semudah yang ku bayangkan, meskipun aku tak
mengerti seperti apa perjuangan itu, namun aku percaya perjuangan mereka,
bukanlah perjuangan yang abal-abal atau hanya sekedar pembicaraan. –Maudy-
Pagi
hari yang amat cerah. Matahari muncul dari ufuk timur dengan wajah merah
meronanya, seakan dia siap menerangi bumi pertiwi ini. Haphap seharusnya di pagi yang
cerah ini semua orang terbangun dengan wajah ceria dan senyum merona, namun berbeda
dengan Maudy……..
“Nek, aku lapar!”Ucap gadis
berambut hitam pekat sebahu itu sembari berusaha menghilangkan rasa kantuk yang
amat melandanya.Namun tidak ada satu jawaban pun yang terdengar di telinga
gadis itu, gadis itu berusaha kembali berteriak, namun tetap tidak satu sahutan
pun terdengar.
Gadis
itu memantapkan langkahnya ke arah halaman depan rumah neneknya. Ya memang
sudah seminggu ini Maudy di titipkan ke rumah neneknya karna ada suatu hal yang
harus di urus oleh kedua orang tua Maudy ke luar kota. Sebenarnya Maudy bisa
tinggal di rumah sendirian lalu mengajak teman-teman sepergaulannya untuk
menginap di rumahnya, namun kedua orang tua Maudy kurang setuju akan hal itu,
sehingga mau tidak mau Maudy harus di titipkan di rumah neneknya.
“Mbak Maudy cari embah uti
ya?”Sapa salah satu tetangga dekat rumah nenek Maudy.Perempuan paruh baya itu
berjalan sembari menghampiri Maudy dengan bakul khas yang di gendongnya.Tampak
wajah semangat yang membara dari dalam tubuh perempuan itu.Maudy hanya mengangguk
sembari tersenyum.
“Mbah uti ada di sawah mbak,
mbah uti adalah sosok perempuan yang rajin dan memiliki semangat yang kuat,
sudah sejak shubuh tadi mbah uti bekerja, mulai dari membersihkan rumah sampai
harus merawat sawahnya sendiri, ketika ada yang ingin membantu, beliau selalu
menolak, begini katanya “aku iso ngrawat dewe nduk, gak usah di ewangi ora
popo!”. Terkadang ibu juga tidak tega melihat mbah uti yang dengan umur tuanya
harus tetap bekerja sekeras itu”.Ujar ibu paruh baya tadi yang menyapa Maudy,
kemudian sedikit bercerita tentang kehidupan nenek Maudy sebenarnya.Perlahan
air mata Maudy mulai membendung di sekitar mata Maudy.Maudy mencoba bertahan
untuk tidak menangis, dia hanya tersenyum mendengar cerita tentang neneknya
itu.
“Jadi selama ini nggak ada yang
membantu nenek bekerja?Semuanya nenek lakuin sendiri? Lalu apa yang di lakukan
om sama tante saya di rumah nenek? Mereka kan juga tinggal bersama nenek?”.
Fikiran Maudy pun semakin tak terarah, dia mulai memikirkan kesehatan neneknya,
apa yang dilakukan om sama tante-nya selama ini, Maudy tak habis pikir.
Seketika ibu itu terdiam dan hanya berkata “Entahlah mbak, ibu juga ndak
tau!”Perempuan paruh baya itu menghentikan pembicaraanya dan melanjutkan
tujuannya untuk pergi ke sawah.
Sedangkan
Maudy bergegas mengambil jacket di kamarnya dan menyusul neneknya ke sawah.
“Nenek!Ini Maudy nek”.Ujar Maudy
sembari melambaikan tangannya ke arah perempuan tua di tengan sawah yang
terlihat sedang menanam padi.Gerakannya terlihat gesit dan cepat meskipun dengan
umurnya yang bisa di bilang sudah setengah Abad.
Wajah
lelah, capek, dan tak berdaya itu seketika hilang ketika perempuan tua itu
melihat cucu kesayangannya menghampirinya di sawah. Lalu mata pandanya menatap Maudy dengan
senyum teduh.
Langit
malam berhiaskan jutaan bintang menjadi atap bagi bumi mala ini.Cahaya bintang
yang terpancar berkelap-kelip menerangi bumi pertiwi dengan jarak yang jauh.Tak
lupa, bulan purnama yang berbentuk bulat penuh juga ikut menerangi bumi dengan
sinarnya yang tercipta dari pantulan cahaya matahari. Begitu pula suasana di
desa yang amat damai, jauh dari kebisingan kota, jauh dari kota yang
metropolitan.
Maudy
menatap kosong ke arah bintang-bintang di langit, ia mulai memikirkan sesuatu
hal yang amat mengganjal dalam fikirannya. “Huft udah 1 bulan lebih aku gak ada
komunikasi sama sahabat-sahabat disana, udah 1 bulan lebih aku gak mainin akun
jejaring social-ku, facebook, twitter, blogspot, BBM, soundcloud, whatsapp!!
AAA apa kabar teman dunia maya-ku, Hufft aku rindu dunia itu, aku
kangeeen!!”Teriak Maudy seketika. Tanpa Ia sadari ternyata nenek-nya diam-diam
menguping curhatan Maudy.
“Maafin nenek ya Dy, maafin
nenek yang ndak bisa ngasih kamu apa-apa, maafin nenek yang satu bulan ini
hanya merawat kamu seadanya, ndak bisa ngasih kamu suatu hal yang mewah dan
ngebuat kamu senang, maafin nenek ya Dy”.Ujar perempuan tua itu sembari membawa
secangkir teh hangat dalam genggamannya, seketika air mata bening itu mengalir
perlahan, membasahi pipinya yang mulai berkeriput.Maudy mulai membasuh air mata
itu dengan tangan lembutnya, lalu memeluk perempuan tua itu perlahan.
“Harusnya Maudy yang minta maaf
nek, Maudy yang salah, sudah satu bulan ini Maudy jadi anak yang manja, minta
ini dan itu ke nenek tanpa melihat jerih payah nenek buat Maudy, Maudy anak
yang gak baik nek, Maudy anak yang jahat, Maudy anak manja, Maudy anak yang
belum bisa bikin nenek dan Ayah serta Ibu bangga, maafin Maudy nek, tapi Maudy
bangga punya nenek kaya nenek Maudy yang rajin dan kiat bekerja meski di usai
senja, Maudy sayang nenek!”. Ujar Maudy sembari memeluk perlahan sosok
perempuan yang ia kagumi di hadapannya itu.
#Pagiharinya………
Seorang
lelaki seumuran Maudy terlihat sedang membersihkan halaman depan rumahnya, ia
hanya memakai kaos seadanya serta celana yang sepertinya hanya jahitan
sederhana, bukan jahitan dari distro-distro ternama seperti baju-baju milik
Maudy. Lelaki itu terlihat cekatan, seolah dia tidak ingin membuang waktunya
sia-sia.Maudy terus menatapnya, diam-diam ada bercak kagum dalam diri Maudy.Tiba-tiba
lelaki itu menoleh ke arah Maudy.Dan Jreeeng muka Maudy terlihat merah merona,
persis seperti udang rebus.
Perlahan
lelaki itu hanya sesekali melihat keberadaan Maudy yang berada di seberang
jalan, namun semakin lama lelaki ituterus memandangi Maudy.Ia mulai
mengernyitkan kedua alisnya, bingan dengan keberadaan sosok bidadari manis
dalam pandangannya, mungkin ia merasa pernah kenal dengan Maudy. Maudy yang
ketakutan buru-buru berlari ke arah rumah neneknya, namun lelaki itu mengejar
dan terus mengejar. Hingga terjadi aksi kejar-kejaran antara Maudy dengan
lelaki itu.
“Maudy, Maudy”. Lelaki itu
berteriak memanggil nama Maudy. Maudy menghentikan langkah larinya seketika.
“Ini buku sama boneka
kamu”.Ujar lelaki yang terlihat sederhana namun senyum manisnya tak dapat
dihindarkan.
“Ini kaaaaaaan?........” Maudy
mulai berfikir, ia mulai flashback ke masa lalu, sekitar 6 tahun yang lalu.
Dimana ketika ia liburan di rumah neneknya dan kehilangan 2 benda
kesayangannya, yaitu notebook dan boneka gummy-nya.
“Jadi kamuuu?”Ujar Maudy
kembali.Lelaki itu hanya tersenyum simpul.
“Aku gak nyangka kamu yang bawa
boneka sama notebook ini, kenapa waktu aku pulang kesini kamu gak mau kasih 2
benda ini ke aku?Waktu Lebaran kan aku pasti ke rumah nenek Ren”.
“Aku gak mau ganggu kebahagiaan
kamu Dy, maaf 2 benda itu aku bawa bertahun-tahun”.Ujar lelaki itu yang
terlihat merasa bersalah.
“Yaudah sih nyantai aja kali
Ren, btw kamu juga liburan disini ya Ren?”.
“Enggak, aku tinggal disini Dy,
aku tinggal sama nenek aku, orangtua-ku merantau di Kota, aku gak tega kalau
harus ninggalin nenek sendirian disini”.
Ujar lelaki itu sembari menatap
rindang mata Maudy. Seketika Maudy teringat sama nenek-nya. Maudy mencoba untuk
tidak menangis kembali di hadapan sahabat karibnya semasa kecil. Mereka berdua
saling mencurahkan isi hati satu sama lain, mereka berdua mulai menceritakan kisah hidup mereka
masing-masing.
Maudy
P.O.V.
Nenek terlihat sedih ketika aku
harus berpamitan dengan-nya.Air mata berkilau-nya benar-benar tak dapat di bendung
lagi. Aku pun menangis ketika harus memeluk sosok perempuan yang selama ini
telah menyadarkanku tentang apa itu arti kehidupan sebenarnya. Dan bukan hanya
karna nenek saja yang membuatku amat sedih meninggalkan desa ini, namun karna dia
aku benar-benar sedih dan tak rela. Ayah dan Ibu pun berpamitan pada nenek, aku
mulai memasuki mobil, begitu pula dengan Ayah dan Ibu. “Kamu kesini plis cegah
aku, cegah! Atau paling tidak kasih aku kenangan buat ngenang kamu Ren, kamu
dimana sekarang?!”.Cemas-cemas harap aku mengharapkannya untuk datang.Sayup-sayup
klakson mobil mungkin semakin tak terdengar dari arah rumah nenek yang semakin
menjauh.Aku mulai memeluk boneka yang sejak lama di bawa Rendy dan berharap
kedatangannya.
Tiba-tiba
mobil Ayah berhenti seketika, mungkin hanya ada seekor kucing yang menyebrang
dan Ayah tak mengetahuinya. Aku tetap membolak-balikkan notebook-ku 6 tahun
yang lalu.Dari arah luar tiba-tiba ada yang mengetuk jendela mobil dimana aku
duduk.
“Maudy, keluar sebentar” Ucapnya.
Aku memandang ke arah Ayah dan Ibu pertanda untuk minta ijin, dan mereka berdua
mengangguk.
“Kenapa kamu barusan kesini?”.Ujarku
dengan wajah murung.
“Maaf Dy, ini aku punya sesuatu
buat kamu, kamu buka kalau uda sampai rumah ya, jaga diri kamu disana
baik-baik, inget perkataan-ku kemarin.Kamu adalah anak yang hidup sudah lebih
baik dari anak di bawah kamu yang kurang beruntung.Kamu harus bisa buat orang
tua kamu bangga. Jangan pernah mengecewakan perjuangan mereka ya Dy. Jujur aku
masih suka sama kamu. Gih cepet berangkat, nanti kesiangan”.
Aku memasuki mobil perlahan, dia
melihatku sembari melambaikan tangan perlahan dengan sepeda buntut di
sampingnya.Aku melihatnya tersenyum.“Trimakasih nek, trimakasih Ren, kalian
mengajariku banyak pengalaman kehidupan yang gak akan pernah aku lupakan”.Aku
tersenyum sembari memeluk bingkisan yang di berikan Rendy tadi.
Aku
memulai pembicaraan. “Ayah Ibu maafin Maudy ya selama ini Maudy Cuma bisa jadi
anak yang menuntut, Cuma bisa jadi anak yang manja, Cuma bisa minta, tapi Maudy
sama sekali ga pernah bikin Ayah sama Ibu bangga, maafin Maudy ya Bu Yah”. Ayah
hanya tersenyum, sedangkan ibu perlahan mulai meneteskan air mata.
“Perjuangan Ayah sama Ibu gak
ada apa-apanya di banding kamu nak, kamu semangat hidup Ibu sama Ayah, justru
Ibu bangga punya anak kaya Maudy, Ibu juga sayang banget sama Maudy”. Ujar Ibu
sembari mengambil helai demi helai tissue mobil.
“Intinya Ayah, Ibu, Nenek itu
pahlawan hidup Maudy, Ibu Ayah dan Nenek selalu mengajarkan kehidupan social yang
abadi, tapi Maudy gak pernah ngehargain
itu, maafin Maudy ya bu, Maudy janji deh bakalan bikin Ibu sama Ayah bangga,
janji, hehe”. Ucapku sembari mengangkat jari telunjuk dan jari tengah-ku
membentuk huruf ‘V’.
“Kamu semangat hidup Ayah Maudy,
kalau setetes air mata Ayah bisa membuat kamu selalu tersenyum dan bahagia,
maka setiap detik Ayah akan menangis demi melihat kamu tersenyum bahagia. Ayah
akan mengorbankan jiwa raga Ayah hanya untuk kamu Maudy”. Ujar Ayah dalam hati.
“Udah dong nangisnya, hehe,
sekarang gimana kalau kita liburaaan? Yeeee!! Yippy!!” . Ujarku dengan semangat
yang tentunya membuat Ayah dan Ibu kembali tersenyum. “Maudy sayang kalian”.Batinku tersenyum.
No comments:
Post a Comment