#BlogArchive1 .widget-content{ height:200px; width:auto; overflow:auto; }

Monday, October 29, 2012

Headphone Misterius X_X

Rintik hujan turun perlahan menyirami bumi pertiwi dengan derasnya, semakin lama hujan pun semakin deras. Gemericik air terdengar jelas dalam gendang telingaku. Air hujan terlihat menetes di sela-sela jendela kamarku.gemuruh petir yang amat keras menyambar hingga ke kolong langit. Pohon mangga yang tepat berada di samping jendela kamarku terlihat bak seorang penari yang menari dengan moleknya. Sedari tadi aku pun hanya termenung tepat di depan jendela kamarku, menikmati derasnya hujan yang ada. Embun pun terbentuk ketika aku perlahan menghembuskan sedikit demi sedikit nafasku. Hingga ku tulis sebuah kalimat dari embun tersebut “Ayah I Miss You!”

Aku tetap mematung di depan jendela kamarku, berharap ayah akan menampakkan wajahnya dan tersenyum kepadaku. Tiba-tiba dering telpon dari handphone yang tepat berada di saku kananku membubarkan semua lamunan serta harapanku. Lagu dari sebuah grup band “Seventeen – Ayah” membuatku kembali meneteskan air mata dan teringat akan ayah, ya itulah dering telpon dari ponsel ku!.

“Halo..”
“Halo..” aku berusaha mengucapkannya hingga berulang kali, namun tak ada suara apapun yang membalas sapaanku. Hingga telpon itu di tutup kembali oleh sang penelpon. Ini membuatku penasaran, karna tak ada nama ataupun nomer yang tertera, meliankan sebuah tulisan “Private Number” siapa dia?aku pun masih bertanya-tanya!. Hingga akhirnya mama memanggilku untuk turun dan makan bersama “Baik ma, Felly akan turun!” balasku agar mama tak khawatir.

Aku meletakkan ponsel tepat di samping bantalku, lalu ku tutup jendela kamar ku agar udara dingin tidak semakin mencekam di kamar ku ini.tiba-tiba “tuk..tuk..tuk” rasanya seperti ada seseorang yang telah mengetuk jendela kamarku, aku berpaling menoleh ke arah jendela, perlahan. aku jalan mengendap-endap hingga aku melihat ke luar jendela, namun “nothing” tidak ada siapapun disana.yang ada hanya gemericik hujan serta gemuruh petir yang semakin menggelegar. Aku berpaling dari jendela kamar ku dan jalan menuju pintu serta menutupnya perlahan.

#Sekolah..
“Felly!” teriak seorang perempuan berambut pendek sebahu yang terlihat tergesa-gesa mencoba untuk menghampiriku, tak salah lagi, itu adalah Leni, sahabatku.
“Leni, tumben berangkat pagi, pasti ada maunya, hehe” ledekku kemudian sembari terus berjalan menuju arah sekolah.
“Enak aja, kebetulan aja tadi bangun pagi, hehe” tutur Leni. sedang asiknya aku dan Leni bercanda sembari jalan menuju sekolah, aku begitupun dengan Leni melihat pemandangan yang asing, bahkan aneh bagiku. Aku melihat sosok perempuan berseragam SMA lengkap, berambut lurus panjang, namun yang membuatnya aneh adalah, dia terlihat misterius, dia hanya menunduk, tanpa menyapa siapapun yang lewat di hadapannya, akupun mencoba menyapa gadis itu.
“Hai, anak baru ya?kok aku ga pernah lihat kamu, yuk masuk bareng aku sama temen aku!” berulang kali aku menyapanya, namun dia tetap berdiri di samping gerbang sekolah, dia pun tetap tidak menampakkan wajahnya, karna wajahnya itu di tutup dengan rambut panjangnya itu. Hingga dia mendongak ke atas dan memperlihatkan wajahnya, aku serta Leni pun terkejut, wajahnya yang begitu pucat, bak seseorang yang telah meninggal. Hingga kami memutuskan untuk berlari dan meninggalkannya.

Hingga aku sampai kelaspun, nafasku semakin tak terarah, teman-teman sekelasku pun melihatku dengan tampang aneh. Bel masuk kelas berbunyi, saatnya mendengarkan celotehan pak Hendra yang tak ada habisnya, namun aku suka dengan cara beliau bercerita, bukan hanya tentang sejarah Indonesia saja, melainkan tentang kehidupan social, hingga membuatku terketuk. maklum beliau adalah guru IPS di sekolahku.

“Pagi anak-anak!”
“Pagi Pak!”
“Baik anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru, silahkan masuk nak!” anak-anak kelas pun menjadi gaduh ketika pak Hendra memberitahu kedatangan murid baru.
“Cowok apa cewek ya?uh kalo cowok ganteng lumayan kan!hihi” ucap seorang teman cewek di kelasku. fiuuh, batinku. Tetap saja yang mereka cari. Tiba-tiba semilir angin berhembus dari setiap ventilasi jendela kelas ketika seorang murid baru itu memasuki ruangan kelas.
“Dia!” aku yang terkejut langsung menutupi kedua mulutku dengan telapak tanganku erat-erat.

Anehnya murid baru itu memilih duduk di kursi paling pojok dan dia terlihat nyaman duduk disana. Padahal kursi itu menjadi sejarah karna tak ada satupun murid yang bersedia singgah di kursi itu. Terkadang bulu kuduk ku suka merinding ketika gadis itu lewat dan menatapku tajam. Dan yang membuatku penasaran adalah ketika bel berbunyi dan semua murid berbondong-bondong keluar kelas agar tak mengantri di kantin, tetapi gadis itu tak beranjak pergi dari tempatnya. Yang ada dia tetap duduk dan sepertinya senang mendengarkan musik dengan headphone nya itu.  Itu kegiatan sehari-hari yang selalu dan sering ia lakukan.

“Felly!” terdengar suara pelan dari luar kelasku, yah meskipun pelan telingaku masih bisa menjangkau suara itu, terlihat Leni telah berdiri tegap di ambang pintu kelasku.akupun berlari menuju arah Leni.
“Fel!anterin aku yuk ke ruang computer, aku ada tugas nih, di suruh nyari di internet, mana di kumpulin habis istirahat lagi, tadi aku lupa gak bawa laptop, anterin ya ya ya. Felly baik deh!” celoteh Leni tak ada habisnya, begitulah Leni, kalau ada tugas mendadak dia pasti terlihat gelagapan, dan aku hanya mengangguk.

“Udah kuncinya Len?”
“Udah nih kuncinya Fel!yuk!” perlahan kami memasuki ruang computer yang terlihat sepi itu, mungkin memang tidak ada jadwal bidang computer atau memang ini jamnya istirahat. Leni segera duduk dan mencari tugasnya di komputer1.sedangkan aku masih berkeliling di di setiap sudut ruang computer itu.lagi-lagi aku tertuju pada suatu computer yang faktanya letak computer itu memang berada di pojok.aku terus mengamatinya, barangkali ada suatu keganjalan dari computer berurut nomer 30 itu.
“Buat apa!toh tidak ada hal aneh pula dari sudut itu!” batinku, namun tiba-tiba angin berhembus entah darimana asalnya.

Wuuussh ~

“Aneh!kenapa tiba-tiba ada angin!” aku kembali menoleh ke arah computer 30 itu. Dan benar dugaanku, aku melihatnya, ya aku melihatnya, gadis atau murid baru yang tadi pagi memasuki kelasku. Sejenak aku merasa aneh dan asing.
“Fel!udah selesai nih tugasnya yuk balik, 15menit lagi udah bel masuk”
“Tapi Len, itu itu dia Len!”
“Dia siapa Fel?disini gak ada siapa-siapa selain kita berdua, yaudah yuk ke kantin, memanfaatkan waktu yang hanya 15menit untuk makan itu gak cukup Fel, udalah ayook!” ujar Leni sembari menarikku keluar dari ruang computer. “tapi, gadis itu!” batinku.

Aku masih tak mengerti apa maksud gadis itu! Gadis aneh! Lama-lama aku ingin membuka semua jati diri gadis itu! Tapi apa yang kutau! Aku bagaikan seorang parasut yang hanya bergantung pada teman lainnya! Aarh ada apa denganku! Kenapa! Kenapa aku terus dan terus membayangi gadis itu! Aku tidak lagi gila kan! Aku tidak merasakan love at first sight kan! Apa? Yang bener saja! Masa iya aku suka sama perempuan yang jelas-jelas sejenis denganku! Aku masih tetap bersandar pada bantal stich yang di berikan papa, ketika aku masih berusia 10 tahun.

“Apa yang kamu lakukan di kamarku!pergi kamu!” ucapku sembari terus mundur dari tempat semulaku, agar seseorang itu tak bisa menerkamku. “Pergi kamu! Pergi! Apa mau kamu apa!”  aku terus berteriak tanpa henti, aku terus melemparnya dengan beberapa boneka kesayanganku, meski hatiku berkata sayang. Gadis itu mendekat, terus mendekat, kantung matanya yang jelas terlihat hitam, tangannya yang jelas menunjukkan bahwa dia seperti ingin menerkam seseorang, aku terus mundur dan menjauh dari gadis itu, namun tangan gadis itu tepat berada di leherku, dia terlihat sangat ingin menerkam ku!

“Tidaaaaaaak!!huah huah huah!syukur ternyata ini hanyalah mimpi!tapi apa maksud dia ingin sekali menerkamku!entahlah” batinku, nafasku pun masih terengah-engah.

“Permisi non, maaf bibi mengganggu, ini ada kiriman buat non!” tiba-tiba perempuan separuh baya itu masuk ke kamarku dan sontak membuatku terkejut.

“Eh bibi!kiriman?memangnya itu kiriman dari siapa bi?” tanyaku heran, pandanganku masih tetap tertuju pada kotak yang di gendong di tangan kanan bibi, aku masih mengira-ngira apa isi kotak itu! Mungkinkan sebuah kado ulangtahun dari mama?ah rasanya mustahil, ulang tahunku saja masih 5 bulan yang akan datang, sedangkan mama bukan orang yang tipenya romantis! Atau mungkin jebakan dari Leni? Mustahil juga, karna sosok Leni yang bisa di bilang gak jail juga, mana mungkin berani membeli atau membuat jebakan untukku! Lalu? Atau mungkin dari salah seorang secret admirer ku di sekolah?tempat les?atau teman sekomplek? Entahlah!.

“Bibi juga tidak tau non, tadi waktu bibi nyapu halaman eh uda ada kotak ini non, ini juga ada suratnya untuk non Felly katanya!”
“Oke thanks bi” ujarku sembari merapikan tempat tidurku lalu meraih box tersebut.

Apaya isi dari kotak ini?bikin penasaran tapi juga bikin curiga! Apa ini bom dari salah seorang teroris yang berhasil mengebom serta menghancurkan Provinsi Bali waktu itu! Ah kurasa fikiranku ngelantur sampai ke Negri China! Aku tetap menatap kotak yang berada di genggamanku ini dengan heran! Perlahan aku mencoba membukanya, tanpa kusadari keringat ku mengucur dari keningku! Huh bagaikan pertarungan sengit antara Harry Potter dengan Lord Voldemort yang tak ada habisnya di setiap episode! Rasanya ingin ku campakkan, bunuh si Voldemort itu! Selalu saja mengganggu ketenangan pangeranku! Harry Potter! Ah kembali ke topic.

Sedari tadi aku berusaha membuka tapi hanya sekitar 1cm terbuka, aku berusaha melihat dari celah kecil itu, namun nothing, tidak terlihat benda mencurigakan apapun! Halah masa cuma kotak beginian takut! Aku memberanikan niatku untuk cepat-cepat membuka kotak itu. Dan bummm, ternyata itu hanyalah sebuah benda yang mirip seperti “headphone” dan itu memang headphone! Huh lega rasanya, aku kembali membanting tubuhku ke atass kasur empuk sembari mengatur nafasku perlahan, dan crap! Aku teringat dan seperti pernah melihat benda yang sekarang ada di sampingku!

“Ini kan headphone milik anak baru itu!iya ini milik dia!gak salah lagi,gawaat” aku melihat sepucuk surat terselip di sela pojokan kotak itu.

Felly, Bantu aku, Felly tolong aku, hanya padamu aku menyimpan kepercayaan ini Fel, jangan sampai headphone ini kembali di pegang oleh kembaranku, dia akan menggunakan headphone ini dengan rencana-rencananya yang keji, bawalah headphone ini sementara, aku yakin kamu bisa menjaga kepercayaanku, 1minggu lagi, tepatnya malam jum’at, kamu harus mengembalikan headphone ini ke tempat semula, tempat dimana aku di makamkan. Anisa.

Crap!aku syok!syok berat setelah membaca rentetan kata yang begitu tertulis tipis dalam kertas bersimbah darah, dan uh semilir amis darah pun tercium oleh hidungku ini.

“Leni!cepet ya ke rumah ku! Ada yang harus ku bicarakan, ini penting!”
“…………..”
“Udahlah, gak usah banyak Tanya Len, setelah kamu sampai di rummaku, kamu bakalan tau semuanya, cepet ya”
“………”

“Tut tut tut” sambungan telepon pun terputus.

“Jadi ini semua bener Fel?dan ini nyata?” ujar Leni yang selalu tiduran di ranjangku sembari memeluk tedy bear ketika dia bermain di kamar ku.
“Iya Len!aku juga bingung, syok! Apa berarti kita harus bantuin ini orang?apa berarti kita harus ketemu sama hantu itu!”
“Mungkin itu yang di inginkan pengirim headphone misterius ini, tunggu di surat ini dia bilang dia memiliki kembaran kan! Lalu apa yang bisa kita cari dari sebuah headphone ini! Coba kamu lihat lagi, apa kamu pernah melihat headphone ini sebelumnya?” ujar Leni bertanya-tanya, yah terkadang aku senang bila harus memecahkan suatu teka-teki bersamanya, karna dia mempunyai sedikit jiwa petualangan, mungkin kalau dia membuka bisnis “detectif” akan laku di pasaran.
 “Jadi gitu Len!” bisikku pelan pada Leni yang terlihat geli, aku tak ingin seorang pun mengetahui rencanaku dengan Leni, kecuali kami berdua.
“Bisa di atur, sini aku pinjem headphonenya! Loh loh Fel!kok gini sih!di mp3 kamu lagi nyalain musik apasih?” ujar Leni heran sembari melepaskan headphone tersebut.
“Nih lagu korea kesukaan kamu, gak percaya, nih coba mainin sendiri”
“Iyasih, tapi kamu denger sendiri deh suara lagu mistis yang kedengeran di headphone ini!”
“Ini aneh Len!mana mungkin ini bisa terjadi, aneeh!” kejanggalan ini pula yg semakin membuatku penasaran akan headphone ini.

Pagi itu, aku dan Leni begitu bersemangat, entah apa yang membuat kami ingin cepat-cepat menelusuri gadis itu! Aku dan Leni berjalan melalui koridor sekolah perlahan. Yap kami rasa, kami berangkat terlalu pagi, mentari masih enggan muncul, hingga membuat suasana di sekolah dingin dan terasa mencekam, meski ada beberapa murid yang telah datang, namun mereka enggan berlama-lama di luar kelas, karna memang suhu udara yang amat dingin, buru-buru mereka berlalu ke dalam kelas masing-masing. ku harap Guru Tata Usaha belum ada yang datang. Payah, ternyata meskipun masih pagi begini, pak Reza salah satu guru Tata Usaha ternyata telah datang, dan nampaknya beliau sedang santai dalam ruangan tersebut! Tapi bagaimana bisa santai? Di ruangan itu AC terlihat menyala, sedangkan Pak Reza hanya memakai kemeja lengan pendek, di luar pun udara sangat dingin hingga menusuk tulang. Entahlah!.

“Permisi pak” ucapku seraya mengetuk pintu perlahan.agar terkesan sopan, maklum beliau aadalah guru yang terkenal cukup disiplin di sekolahku!bukan cukup, melainkan sangat.
“Masuk!ada perlu apa kamu pagi-pagi berkunjung kemari?” suaranya terlihat garang, dengan kumisnya yang cukup tebal, mirip tokoh idolaku sewaktu kecil, yap Pak Raden. Membuatku sedikit gugup saat berhadapan dengan beliau. Sedangakn Leni mengawasi aksi ku di luar ruangan.

“Gimana Fel?beres?kacau gak?gugup gak kamu?ayodong cerita!” paksa Leni yang sedari tadi mungkin telah penasaran apa yang aku lakukan di ruangan TU!eits jangan negative thinking!
“Tenang Len!berhasil, nih aku udah dapet alamat rumahnya anak baru itu!” ujarku bangga sembari memberikan secarik kertas pada Leni.
“Bagus deh, pulang sekolah kita beraksi!” haha, ucapan Leni serta semangatnya sedikit membuatku geli, tak apalah, dengan semangat itu semoga bisa terpecahkan semua ini.

Langit malam berhiaskan ribuan bintang mulai menerangi bumi pertiwi ini. Cahaya bintang yang berkelap-kelip tampak menerangi bumi, bintang pun nampak bersemangat, sepertiku dengan Leni semangat yang begitu menggebu-gebu untuk sampai ke alamat yang kami tuju. Meski udara di luar bagaikan berada dalam ruangan bersuhu 5 derajat celcius.

Aku begitupun Leni menempakkan kakiku tepat di depan sebuah rumah kuno, bisa dibilang bangunan kuno. Bangunan tua itu sedikit memiliki nilai seni dalam dinding ukirannya tersebut. Terbuat dari kayu dan balok, bangunan itu tampak rapuh dan reyot. Setiap daun pintu dan jendela bergerak-gerak saat di tiup angin, sepertinya siap roboh saat angin menerpa. Terlihat tidak begitu banyak penerangan dalam bangunan itu, hanya terlihat beberapa lampu minyak disana. Semilir angin berhembus hingga menusuk tulang. Membuat suasana semkain mencekam. Aku dan Leni menoleh satu sama lain. Dalam hati kami berkata “Siapkah kita melawan maut di rumah ini”

Aku yang mengawali petualangan ini menjadi pendahulu sebelum Leni, aku mencoba membuka pintu reot itu perlahan, agar tak menimbulkan banyak kecurigaan dari pemilik rumah. Sayang! Rumah yang memang terkesan kuno ini, sangat menimbulkan sebuah suara yang menurutku, tidak mungkin bila pemilik rumah tidak mengetahuinya.

 “Fel gimana ini?kita dalam bahaya!suara pintunya aja udah begini, gimana suara tangga yang di atas!” ujar Leni sembari terus mengendap-endap di belakangku.
“Tenang Len!kita pasti bisa ngelewatin ini, tujuan kita ke kamar utama di atas, karna pemilik rumah ini pasti bertempat tinggal di lantai 2”
“Apa kamu yakin Fel?” Tanya Leni yang kembali ragu-ragu
“Yakin Len, aku ingin membantu Anisa, begitupula aku penasaran dengan headphone ini” ujarku sembari mengembalikan headphone itu dalam tas ranselku.

Sial. Sepertinya pemilik rumah ini memang telah mengetahui keberadaanku dengan Leni, bayangannya terlihat geram dan ingin memangsa satu persatu mangsanya dengan menggunakan sebuah golok. Hup! Hampir saja nyawaku serta Leni melayang begitu saja! Sial. Dia tetap melawan, meski telah ku hantam dengan sebuah kursi sampai hancur, dia berusaha untuk bangkit dan berusaha menerkam ku dan Leni. Aku dan Leni terperosok jatuh.kepalaku yang terpentur dinding begitu keras membuatku sedikit pening dan pandanganku pun semakin tak jelas! Leni terus menjerit, namun nampaknya seseorang itu tidak sama sekali memiliki belas kasihan, perlahan dia mengarahkan goloknya ke atas dan crap! Tak kusangka aku dan Leni selamat!.

“Trimakasih pak” ucapku dengan nafas terengah-engah.
“Sama-sama, kalian pasti orang yang akan membantu non Anisa kan.!”
“Kok bapak tau?.”
“Karna”
“Karna apa pak?” ucap Leni penasaran, begitu melihat ucapan bapak separuh baya itu menjadi gelagapan.
“Lalu dimana makam Anisa pak?” bapak itu masih diam membisu.
“Sebenarnya saya yang telah mengirimkan kotak headphone itu kepadamu!” bapak itu menoleh ke arahku, dengan pandangannya yang tajam, meski ketakutan aku berusaha tenang.
“Lalu?” ujar Leni penasaran.
“Anisa belum meninggal, dia ada di sini, sebenarnya sayalah yang telah mengawasi gerak-gerik non Vanilla selama dia di sekolah, dan tepatnya sejak pertama masuk kelas non Vanilla mengincar mu untuk di jadikannya sebagai tumbal, maka dari itu, sewaktu nyawa non Anisa hampir sekarat karna di tusuk pisau oleh non Vanilla, dia menuliskan surat yang bapak kirim sewaktu itu padamu, untung nyawa non Anisa bisa di selamatkan.”

“Tunggu!tumbal?apa maksud bapak mengatakan kalau saya akan di jadikan tumbal?” ujarku yang makin dan makin penasaran.
“Iya, non Vanilla adalah maniac darah manusia, namun dia hanya mengintai darah remaja berusia kalian-kalian ini, darah kembarannya sendiri pun hampir ia habiskan hanya untuk mengikuti nafsu belakanya! Untunglah bapak cepat mengetahui kalian, kalau tidak, bapak akan melihat 2 gadis tak bersalah lagi dalam gudang bawah tanah, bapak nyaris tak kuasa melihatnya, ingin rasanya bapak menguburkan mereka, agar mereka pun tenang di alam sana!”

Mendengar cerita bapak yang telah menolongku dengan Leni itu membuatku tersentak dan syok!sial ternyata anak baru di kelasku itulah penyebab semua kejanggalan ini dan parahnya dia ingin menjadikanku tumbal nafsunya!sungguh tak ku sangka gadis sepolos dia namun amat mengerikan.

“Trimakasih untuk semuanya pak, tapi kami kesini untuk menemui Anisa, dimanakah Anisa berada?” ujar Leni sembari melihat tubuh Vanilla yang tergeletak tak berdaya di lantai setelah mendapat beberapa hantaman keras dari bapak separuh baya itu.
“Mari ikuti saya, non Anisa ada di tempat yang aman!” kami mengikuti bapak-bapak itu perlahan, sebelumnya kami telah mengikat Vanilla dengan erat di atas kursi, agar sifat arogan itu tidak menimbulkan banyak korban lagi.

“Anisa!” aku mengucapkannya lirih, aku tak berdaya melihat keadaan gadis manis sepertinya, terlihat lemah tak berdaya, terlihat lemas, lesu, seperti mengharapkan sebuah keajaiban akan datang padanya.
“Kalian!” ucapnya bersemangat, terlihat binar-binar air mata membanjiri kedua pipi halusnya itu.
“Trimakasih untuk pengorbanan kalian Leni, Felly, trimakasih” gadis bernama Anisa itu memelukku sangat erat.
“Ini headphone mu!” ucapku sembari menyerahkan headphone yang benar-benar membuat bulu kuduk ku merinding setiap mendengar dendang lagu jawa dari headphone itu. Dia nampak ragu-ragu, namun perlahan dia meraih headphone itu lalu memeluknya. Aku tak mengerti apa yang dia banggakan dengan headphone kuno nan mengerikan itu.
“Sebenarnya apa yang terjadi Nis?lalu kenapa setiap aku mencoba memakai headphone itu yang terdengar hanyalah dendang lagu jawa, seperti sedang memanggil roh setan!” aku mulai bertanya-tanya.

“Headphone ini adalah headphone pemberian ibuku sewaktu aku masih berusia 16 tahun, namun ibu tidak memberi hadiah Vanilla headphone seperti ku, ibu hanya memberikan Vanilla sebuah alat sekolah dan itu sangat amat membuatnya iri denganku! Hingga pada akhirnya dia membenci ibu dan mencoba membunuh ibu, selama bertahun-tahun headphone ini terkena kutukan, banyak gadis berusia 16tahun mati hanya karna kelakuan Vanilla yang gila!begitu juga denganmu yang hampir menjadi korban selanjutnya dari Vanilla, untunglah pak Rudi pembantu setiaku masih tetap membantuku menyelamatkan kalian, dari bawah aku mendengar jeritan Leni dan membuatku segera menyuruh pak Bisma untuk membantu kalian. Kembali pada kutukan aneh itu! Aku sendiri tidak tahu menahu tentang kutukan itu, yang jelas aku pernah mendengar Vanilla telah membawa headphone ini kepada nenek sihir! Agar bisa terus bersama headphone ini, Vanilla harus meminum darah gadis berusia 16 tahun seperti kalian, jangan takut! Meski dia kembaranku, namun aku tak sekejam dia”

“Huh akhirnya tuntas juga ya Fel!capek!lelah, bahkan trauma ”
“Iya Len kamu bener, rasanya tadi itu kita seperti kembali ke zaman Belanda, haha”
“Yuk balik, tidur nyenyak sepertinya telah menunggu kita, come on Leni!” ucapku sembari menarik lengan sahabatku itu.
“Loh neng darimana malem-malen begini?” tiba-tiba ada seorang satpam yang mengagetkan langkahku.
“Eh bapak ngagetin!dari situ tuh pak!rumah itu!” ucapku sembari menunjuk ke arah rumah Anisa dan Vanilla.
“Ha?kalian gak salah neng?”
”Apa yang salah pak?” ujar Leni heran.
“Itu kan lahan kosong, sudah lama kosong sejak taun 2000, mana mungkin tiba-tiba ada rumah neng, kalian ngaco ya?” dan crap ternyata benar itu hanyalah lahan kosong yang memang terlihat agak seram, lalu? Siapa yang menolongku dengan Leni tadi?siapa itu Vanilla?siapa itu Anisa!mungkin mereka hanya segelintir arwah penasaran, lebih tepatnya Anisa yang sangat ingin kembali dengan headphone kesayangannya itu, dan tidak akan ada lagi, gadis berusia 16tahun yang akan menjadi korban berikutnya dari Vanilla. Ini pengalaman yang sungguh tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata!.
“Selamat jalan Anisa, Vanilla, tenanglah kalian disana!” batinku.






No comments:

Post a Comment