Langit malam berhiaskan jutaan bintang menjadi atap
bagi bumi malam ini.Cahaya bintang yang terpancar berkelap-kelip
menerangi bumi,
meskipun dengan jarah yang cukup jauh. Taklupa, bulan purnama yang
berbentuk bulat penuh juga ikut menerangi bumi dengan sinar indahnya
yang tercipta dari pantulan cahaya matahari.
Bola
matanya bergerak perlahan ke kanan lalu bergerak kembali ke kiri, membaca kalimat demi
kalimat yang tersusun membuat sebuah cerita dalam novel yang masih di
genggamnya.Otaknya sibuk mencerna setiap kata yang masih coba ia cermati, dan berusaha mengerti alur dari jalan cerita
novel tersebut.
Nampak binar wajah yang sedih,
entah terharu ataupun memang ia telah paham dan mengerti maksud novel tersebut. Raut wajahnya seolah ingin menitihkan
air mata atau mungkin air mata itu memang telah jatuh di wajahnya. Namun bagaimanapun terlihat jelas disana,
bekas aliran sungai kecil dari kedua sudut matanya yang indah.
Seorang perempuan paruh baya terlihat sedang menghampiri gadis mungil berparas manis dengan gigi gingsulnya
yang membuatnya semakin manis. Perempuan itu terlihat membawa secangkir teh
hangat dalam genggaman tangan kanan-nya serta penghantar panas yaitu piring kecil.Gadis itu
Nampak keget dengan kehadiaran sang Bunda tercinta. Perempuan itududuk di samping
sang gadis, lalu memeluk hangat anak semata wayangnya itu.
Seolah ia tak mau lagi kehilangan orang yang sangat ia cintai.
Tepat 2 tahun yang lalu.Gadis kecil itu kehilangan
sosok Ayah
yang seharusnya masih ada dalam pelukannya sekarang. Ayahnya meninggal
karena kecelakaan
yang di
sengaja oleh anak buahnya sendiri. Entah karena dendam atau memang ingin
menguasai harta perusahaan. Setega itu ia membunuh sosok
yang telah berjasa membantunya dari awal. Gadis mungil itu terlihat
meneteskan air
mata kembali ketika ia harus mengingat kepergian sang Ayah tercinta.
“Kenapasih? Kenapa semuanya hanya di
pandang sebelah mata? Kenapa? Kenapa semuanya hanya ingin memandang yang indah, resik,
elit, bagus! Kenapa mereka ngga mau sesekali memandang di bawah mereka! Yang
faktanya itu lebih sakit dan ngga seberuntung mereka!? Apa hanya karena harta, uang,
materi mereka hanya mampu melihat kejadian indah.
Tanpa mereka sadari dari kejadian indah itu banyak terselip kisah pahit yang benar-benar pahit dari apa
yang tidak akan pernah mereka bayangkan sebelumnya!?”.
“Puisi yang indah nyil?! Atau itu curhatan lo ya nyil,
hahaha!”
“Diam kamu, kamu ngga akan pernah tau apa yang
aku rasain sekarang kan! Puas kamu? Puas kamu ngelihat aku di ejek, di
olok-olok sama mereka-mereka yang mampu!?”
“Katanya persahabatan,
cinta itu selalu melihat kekurangan menjadi suatu kelebihan! Kamu sendiri pernah denger kan?
Tapi apa faktanya Ren? Apa?!”. cerocos gadis mungil yang tak ada hentinya itu.
“Aku yang merasakan kepedihan-mu nyil,
aku! Kenapa kamu selalu mengharap mereka yang memperhatikanmu? Sedangkan aku? Aku yang
ada di hadapan kamu sekarang. Bahkan aku pun yang mengharapkan perhatianmu Nyil,
mengertilah!”.Ujar sang lelaki dalam hati.
Lelaki itu masih terdiam. Mungkin ia masih mencerna kata
demi kata yang di ucapkan oleh gadis mungil, yang sering ia panggil “nyil” itu.
“Kamu salah! Dan
kamu juga salah?” Lelaki itu memulai pembicaraan dengan gadis mungil itu,
setelah lebih dari 1jam mereka saling cuek dan hanya berdiam diri.
“Kamu sendiri juga menilai dan melihat orang yang berada
diatas kamu, bukan yang berada di bawah kamu!”.
“Sudahkah kamu bersyukur hari ini?” lelaki itu bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan gadis itu sendirian
di bangku taman kota.
Gadis mungil itu mulai mendongakkan kepalanya kearah
langit, menadahkan kepalanya di sandaran bangku taman yang terlihat kusam,
namun ia tak memperdulikannya. Ia memandang langit biru serta gumpalan kapas putih yang
seolah bergerak lambat. Kedua matanya seolah terasa memanas. Seolah akan ada
cairan bening yang hendak menetes dari kedua sudut matanya.
No comments:
Post a Comment